Pages

Minggu, 29 November 2015

Fetomaternal dengan Dr. Bambang Karsono SpOG - Trimester ketiga

alhamdulilah saya merasa tenang dan puas dengan hasil pemeriksaan Dr. Bambang Karsono pada trimester kedua saya yang lalu, Dr Bambang menyarankan agar kembali dilakukan USG di Trimester kedua yaitu di bulan November tanggal 29, pada saat saya melakukan USG di trimester kedua sayapun langsung daftar untuk USG pada trimester ketiga mengingat jadwal Dr Bambang disini sangat padat sayapun mendapat antrian No 2 kali ini.

begitu sampai kali ini saya begitu beruntung karena pasien No 1 belum datang sehingga saya bisa langsung masuk.

Dr B : Sore Bu. anak ke Brapa ini?
Me : (lha.. si dokter lupa.. maklumlah udah sepuh dan ribuan pasien.. siapa gw.. hahaa... ) Sore Dok, anak kedua ini.
Dr B : sama Dokter obgyn siapa bu biasanya?
Me : Dr. Achmad Mediana Dok.
Dr. B : ada keluhan apa?
Me : gak ada dok, mau feto aja. cek bayinya. (kan dokter yang sarankan saya kembali USG di trimester ketiga)
Dr. B : kita cek ya bu keadaan bayinya.
Me : oke dok.
Dr B : (dengan lincahnya kutak katik alat USG sambil jelasin keadaan Bayinya).
Me : pengen lihat muka bayinya dok, bisa gak keliatan? penasaran saya. tiap USG gak dpt gambar yang bagus.
Dr B : (dengan sabar si dokter menggoyangkan perut saya, tapi bayinya masih pemalu).  gak mau kelihatan nih bu mukanya. ketutup sama kembarannya.
Me : yasudahlah dok. nanti lihatnya pas lahir aja. (padahal pengen banget lihat si dede bayi)

kali ini pemeriksaan berjalan lancar. memang pada saat ini tidak ada yang saya khawatirkan seperti USG saya di trimester kedua lalu. 

seperti biasa Dr. Bambang Karsono membuatkan summary USG yang baru saja beliau lakukan.

berikut adalah summary pemeriksaan kedua bayi saya di trimester ketiga ini,

Senin, 23 November 2015

Persiapan Lahiran, Keperluan Ibu dan Bayi ke Rumah Sakit

para moms kepikiran gak apa aja yang mesti kita persiapkan saat kehamilan sudah memasuki usia cukup bulan untuk lahir, gak ada salahnya loh dipersiapkan lebih awal, misalnya saat kandungan sudah memasuki minggu ke 30, 

berikut adalah checklist yang harus saya bawa ke RS untuk persiapan lahiran

1. Keperluan Ibu

- 2 Pasang Baju (Baju saat berangkat dan saat pulang dari RS)
- Pakaian dalam masing-masing 4 (Bra Menyusui dan Celana Dalam), 
- Korset (Penting bgt, biasanya nyaman digunakan buat yg lahiran cesar)
- Softex Maternity (Biasanya dapet dari RS) tapi bawa aja buat jaga-jaga
- Alat Mandi (Handuk, Sabun Mandi, Shampo, Odol, Sikat gigi, bedak, lipgloss)
- Sandal untuk ke Toilet
- Breast Pump (Biasanya dari RS suka dipinjemin)
- Buku Kontrol Hamil
- Kartu RS dan Kartu Asuransi
- Handophone dan Charger (biar tetep eksis), buat kasi kabar gembira kalo anaknya sdh lahir


2. Keperluan Anak

- Baju lengan Pendek 3 Pasang
- Baju lengan Panjang 3 Pasang 
- Pampers bayi (Biasanya dapet dari RS)
- Bedong 3 
- Cup Feeder (jaga-jaga kalo bayi belum mau menyusu)
- Topi Bayi
- Sapu tangan Bayi


3. Keperluan Ayah

- Baju Ganti
- Bantal
- Selimut
- Cemilan
- Minuman


4. Lain-lain
- Minuman untuk orang yang Jenguk


kira-kira itu aja dulu, semoga bermanfaat.. :)

Merawat Bayi Kembar Tanpa Bantuan Babysitter

Merawat Bayi Kembar Tanpa Babysitter
Merawat bayi kembar tanpa babysitter adalah sebuah pengalaman yang hebat sekaligus menakjubkan. Hebat karena kita sebagai orangtua, terutama sang ibu, harus berhadapan dengan seabrek tugas dan tentu saja harus diselesaikan untuk bisa tetap survive.
Tak hanya ibu, si ayah pun harus siap mental, tenaga, dan yang pasti finansial yang mencukupi untuk membesarkan bayi kembarnya.
Berat memang merawat anak kembar baru lahir jika hanya dilakukan berdua, ayah dan ibu, tanpa bantuan babysitter. Tapi, dengan mengetahui triknya, merawat si bayi kembar justru menjadi tantangan hidup yang asyik dan menyenangkan.
Merawat Bayi Kembar Tanpa Babysitter yang Asyik dan Menyenangkan
Merawat Bayi Kembar Tanpa Babysitter yang Asyik dan Menyenangkan
Merawat Bayi Kembar Tanpa Babysitter yang Asyik dan Menyenangkan
Terasa cukup ribet memang merawat bayi kembar, terlebih tanpa bantuan seorangbabysitter. Tapi tak ada salahnya di zaman yang serba mahal seperti saat ini, kita menghemat pengeluaran uang kebutuhan hidup, termasuk mengurus bayi kembar secara mandiri tanpa menyewa babysitter.
Tak semua orangtua mampu memanfaatkan jasa babysitter untuk meringankan beban merawat bayi kembar hasil cinta ayah dan ibunya.
Bagi ayah dan ibu yang memiliki bayi kembar tetapi tak mampu menyewa babysitter, sebenarnya tanpa dibantu babysitter pun, kita bisa merawatnya sendiri. Bahkan dengan perawatan langsung dari ibu kandungnya, si anak tersebut akan tumbuh berkembang lebih baik.
Berikut ini cara merawat si kembar yang baru lahir tanpa bantuan babysitter.
Rawatlah dengan Berbagi Tugas antara Suami dan Istri
Rawatlah Si Kembar dengan Berbagi Tugas antara Suami dan Istri
Rawatlah Si Kembar dengan Berbagi Tugas antara Suami dan Istri
Merawat si kembar harus dipersiapkan matang-matang sejak masih di dalam kandungan. Saat mengetahui janin dalam kandungan istri Anda lebih dari satu, Anda dan istri harus mulai mendesain segala sesuatunya secara cermat.
Tak hanya mempersiapkan biaya persalinan dan perlengkapan bayi, tetapi juga seorang ayah dan ibu harus juga berkomitmen berbagi tugas untuk merawatnya nanti setelah si kembar lahir.
Untuk lebih meringankan tugas merawat si buah hati kembar, rawatlah mereka bergantian oleh si ayah dan ibunya. Contohnya saat yang satu dimandikan oleh ibunya, satu lagi digendong oleh ayahnya, lakukan bergantian.
Jika masih mampu dilakukan berdua, ya lakukanlah, jangan merepotkan orangtua sendiri, apalagi ibu mertua.
Tapi, bila memang sudah tak mungkin dilakukan berdua untuk mengurus si kembar, barulah pertimbangkan untuk meminta bantuan orangtua kita atau pembantu/babysitter, apalagi memiliki bayi kembar lebih dari dua.
Intinya, walaupun kata ‘ribet’ dan ‘repot’ tak bisa dihindari, namun jika lakukan dengan ikhlas dan senang hati, merawat si kembar tentu saja akan terasa ringan.
Jangan beranggapan semua aktivitas mengurus si kembar seperti menyusui, menidurkan, memandikan, menyuapi, dan mengasuh sebagai pekerjaan, sebab hal itulah yang akan menyebabkan si ibu terbebani.
Yang pasti, lakukan semuanya dengan serius tapi santai, tetapi tenaga yang ekstra harus tetap dipersiapkan. Makanlah secara teratur supaya kita tetap siap siaga dan tak mudah lelah merawat mereka, terlebih saat si kembar sedang rewel. Jadi, jaga selalu kesehatan Anda dan suami.
Mandikan dalam Waktu yang Sama Tapi Bergantian
Mandikan Si Kembar dalam Waktu yang Sama Tapi Bergantian
Mandikan Si Kembar dalam Waktu yang Sama Tapi Bergantian
Umumnya, bayi kembar selalu diperlakukan sama atau secara berbarengan, itu bila dilakukan tidak seorang diri, dibantu orangtua atau babysitter misalnya.
Tapi bila tak ada yang membantu, tak ada salahnya para orangtua merawat bayi kembar secara bergantian karena bila merawatnya secara bersamaan, dipastikan akan kerepotan bila tak ada yang membantu.
Bagaimana saat memandikannya? Memandikan bayi kembar secara bersamaan bisa-bisa saja dilakukan. Tapi ketika bayi kembar masih dalam usia 0 – 6 bulan dan tubuhnya masih rentan, apalagi tanpa bantuan babysitter, solusinya adalah mandikan saja secara bergantian.
Bagaimana caranya? Mulailah memandikan bayi yang satu dulu, sementara yang satu lagi tidurkan di tempat tidur bayi jika memang tak ada yang membantu.
Bila ada yang membantu, misalnya suami Anda sedang libur kerja, si bayi yang satu bisa dititipkan kepada si ayah. Lakukan bergantian seperti itu setiap hari.
Nah, ketika si bayi sudah mampu duduk, boleh-boleh saja kita memandikannya bersamaan, tetapi tetap jangan dilakukan sendiri oleh ibunya saja. Mintalah bantuan orangtua, ibu mertua, atau suami bila memang sedang libur bekerja atau di hari libur.
Memakaikan Pakaian
Bayi Kembar Tak Harus Memakai Baju yang Sama
Bayi Kembar Tak Harus Memakai Baju yang Sama
Sesudah memandikan secara bergantian, selanjutnya pakaikan pakaian atau baju hingga tuntas dan rapi. Tentu dilakukan juga secara bergantian.
Setelah benar-benar terlihat rapi, si ibu bebas menyimpan si bayi ke dalam boks bayi ataupun digendong sang ayah.
Lalu, apakah bajunya harus sama? Baju untuk bayi kembar tidak harus semuanya sama, karena bagaimana pun, bayi kembar itu tetap memilki perbedaan, individu yang berbeda.
Jadi, jika yang satu memakai baju kuning, yang satu lagi pakaikan baju warna biru atau warna lainnya. Hal ini untuk membiasakan perbedaan kepada keduanya dan juga untuk lebih mengenal mana kakak dan mana adiknya.
Menyusui Bayi Kembar
Menyusui Bayi Kembar
Menyusui Bayi Kembar
Menyusui si kembar adalah salah satu aktivitas merawat bayi kembar yang cukup melelahkan dan harus dibantu oleh orang lain, dalam hal ini suami, orangtua, sampai pembantu.
Pemberian ASI eksklusif 6 bulan penting sekali dilakukan kepada bayi kembar. Dengan menerapkan manajemen laktasi yang bagus, ASI yang dikeluarkan dijamin akan mencukupi bayi kembar.
Menyusui bayi kembar bisa dilakukan bersamaan atau bergantian. Jika tak ada yang membantu, menyusui dilakukan secara bergantian.
Bila diperlukan, siapkan ASI perah yang nantinya diberikan kepada salah satu bayi oleh suami ataupun orangtua, sementara si ibu menyusui bayi yang satunya lagi.
Mudah bukan menyusui bayi kembar tanpa bantuan babysitter? Cukup meminta bantuan suami, orangtua, atau ibu mertua saja.
Menyuapi Makan
Menyuapi Makan Anak Kembar
Menyuapi Makan Anak Kembar
Setelah melewati usia 6 bulan, bayi kembar sudah mulai bisa diberi makanan pendamping ASI atau MPASI. Nah, untuk menyuapi makan, lebih baik lakukan bersamaan dengan menyiapkan makanan pada piring masing-masing bayi.
Tanpa bantuan pembantu, Anda bisa menyuapi keduanya bergantian, apalagi jika si kembar sudah mampu duduk di kursi makan bayi.
Tapi bila belum terbiasa menyuapinya sendiri, mungkin bisa minta bantuan orang di rumah untuk menyuapi bayi yang satunya.
Yang tak kalah pentingnya adalah hadirkan suasana makan yang menyenangkan agar si bayi kembar makan dengan lahap, sehingga masalah susah makan pada bayi bisa dihindari di masa datang.
Menggendong Bayi Kembar
Daripada Menggendong Si Kembar Pakai Saja Stroller
Daripada Menggendong Si Kembar Pakai Saja Stroller
Menggendong bayi kembar tak hanya melelahkan dan merepotkan, tetapi bahaya juga bagi keselamatan si bayi. Kenapa tak pakai stroller saja?
Stroller adalah salah satu peralatan bayi yang sangat bermanfaat, karena denganstroller ini, si ibu bisa lebih mudah membawa bayi kembarnya ke mana pun bepergian.
Untuk si kembar, stroller terbagi atas 2 jenis, yakni model berdampingan (tempat duduknya sama-sama menghadap ke depan) dan model tandem (tempat duduknya berjajar depan dan belakang).
Anda pilih yang mana? Untuk memilihnya, sebaiknya pilih sesuai dengan kenyamanan serta kebutuhan si kembar, termasuk ibunya juga.
Kunci sukses dan berhasilnya orangtua merawat si kembar yaitu bagaimana mereka sukses mengatur waktu tidak sampai kerepotan, tidak babak belur.
Jika si bunda dan ayah sampai letih, si kembar pasti tak akan nyaman diasuh oleh orangtuanya, karena ketidakcermatan dan tidak sigap akibat kelelahan.
Bila ayah dan bunda sudah mampu menyesuaikan diri sekaligus jago merawat bayi kembar tanpa kehadiran babysitter, dijamin deh merawat si kembar tidak ada bedanya seperti merawat 1 bayi. Tetap semangat ya mengurus si kembar!
source : http://penulispro.com/tanpa-babysitter-pribadi-merawat-bayi-kembar-sendiri-pun-jadi-ini-tipsnya/27541/

Menyambut Kelahiran Anak dalam Islam

Anak adalah karunia Allah yang tiada terhingga bagi semua keluarga. Keberadaannya sangat dinantikan karena akan menjadi penerus sejarah manusia, dan menjadi salah satu penguat ikatan berumah tangga. Banyak pasangan suami istri yang belum dikaruniai anak sangat berharap agar segera mendapatkannya. Ini menunjukkan demikian penting kehadiran anak bagi semua umat manusia. Agama Islam telah memberikan perhatian yang sangat detail tentang anak, sejak proses konsepsi, kehamilan, kelahiran, sampai pendidikan ketika anak lahir dan masa tumbuh kembang hingga dewasa. Semua mendapatkan perhatian dan tuntunan yang teliti. Ini menunjukkan demikian penting menjaga, merawat, serta mendidik anak sejak awal. Dalam agama Islam, ada beberapa adab atau tuntunan dalam menyambut kelahiran bayi. Diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Mendoakan Bayi

Hendaknya orang tua mendoakan untuk kebaikan bagi bayi yang baru lahir. Bukan hanya orang tua, bahkan orang lain turut mendoakan ketika mendengar berita kelahiran bayi. Dalam rubrik www.konsultasisyariah.com dijelaskan, ada beberapa tuntunan doa bagi bayi yang baru lahir. 

Pertama, doa memohon keberkahan untuk si anak. 

Dari Abu Musa Ra, beliau mengatakan, “Ketika anakku lahir, aku membawanya ke hadapan Nabi saw. Beliau memberi nama bayiku, Ibrahim dan men-tahnik dengan kurma lalu mendoakannya dengan keberkahan. Kemudian beliau kembalikan kepadaku. (HR. Bukhari 5467 dan Muslim 2145).

Hal yang sama juga dilakukan oleh Rasulullah saw kepada putra Asma bintu Abu Bakr, yang bernama Abdullah bin Zubair. Sesampainya Asma hijrah di Madinah, beliau melahirkan putranya, Abdullah bin Zubair. Bayi ini dibawa ke hadapan Nabi saw. Asma mengatakan, “... Kemudian Nabi saw minta kurma, lalu beliau mengunyahnya dan meletakkannya di mulut si bayi. Makanan pertama yang masuk ke perut si bayi adalah ludah Rasulullah saw, kemudian beliau mendoakannya dan dan memohon keberkahan untuknya” (HR. Bukhari 3909).

Tidak ada teks doa khusus yang isinya permohonan berkah untuk anak. Dalam Fatawa Syabakah Islam dinyatakan, "Tidak terdapat dalil – sepengetahuan kami – yang menunjukkan dianjurkannya membaca ayat Al-Quran atau doa tertentu ketika seorang anak dilahirkan. Baik doa dari ibunya, bapaknya, atau doa dari orang lain" [Fatawa Syabakah Islam, di bawah bimbingan Dr. Abdullah Al-Faqih, no. 13605].

Karena itu, kita bisa berdoa dengan bahasa apapun yang kita pahami. Misalnya dengan membaca, “Baarakallahu fiik” (semoga Allah memberkahi kamu) atau semacamnya.

Kedua, doa memohon perlindungan dari godaan setan. 

Salah satu contohnya adalah doa yang dipraktekkan oleh istri Imran, ibunya Maryam. Allah menceritakan kejadian ketika istri Imran melahirkan Maryam:

Tatkala isteri ‘Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: “Ya Tuhanku, sesunguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai Dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk.” (QS. Ali Imran: 36).

Satu hal yang istimewa, karena doa ibu Maryam inilah ketika Maryam lahir, dia tidak diganggu setan, demikian pula ketika Nabi Isa dilahirkan. Allah mengabulkan doa ibunya Maryam. Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, "Setiap bayi dari anak keturunan adam akan ditusuk dengan tangan setan ketika dia dilahirkan, sehingga dia berteriak menangis, karena disentuh setan. Selain Maryam dan putranya (HR. Bukhari 3431).

Kemudian Abu Hurairah ra, membaca surat Ali Imran ayat 36 di atas.

Kita bisa meniru doa istri Imran ini. Hanya saja, perlu disesuaikan dengan jenis kelamin bayi yang dilahirkan. Karena perbedaan kata ganti dalam bahasa arab antara lelaki dan perempuan. Jika bayi yang dilahirkan perempuan, bisa membaca doa: 

اَللَّهُمَّ إِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

Jika bayi yang lahir laki-laki, bisa membaca doa:

 اَللَّهُمَّ إِنِّي أُعِيذُهُ بِكَ وَذُرِّيَّتَهُ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ “

Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu untuknya dan untuk keturunannya dari setan yang terkutuk.”

Kita juga bisa memohon perlindungan untuk anak dari gangguan setan, dengan doa seperti yang pernah dipraktekkan Nabi saw, ketika mendoakan cucunya Hasan dan Husain. 

Ibnu Abbas menceritakan, bahwa Rasulullah saw membacakan doa perlindungan untuk kedua cucunya,

أُعِيذُكُمَا بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ

“Aku memohon perlindungan dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna, dari semua godaan setan dan binatang pengganggu serta dari pAndangan mata buruk” (HR. Abu Daud 3371, dan dishahihkan al-Albani).

Kita bisa meniru doa beliau ini, dengan penyesuaian jenis kelamin bayi. 
Jika bayi yang dilahirkan perempuan, bisa dibaca doa: أُعِيذُكِ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ Dengan lafazh : U’iidzuki ….. 

Jika bayi yang lahir laki-laki, bisa membaca doa: أُعِيذُكَ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ 
Dengan lafazh : U’iidzuka …..

2. Adzan dan Iqamah 

Sang ayah segera mengazani di telinga kanan dan mengiqamahkan di telinga kiri pada anaknya yang baru lahir. Pemberian adzan dan iqamah baru lahir ini salah satu tujuannya agar kalimat yang pertama kali didengar sang bayi adalah kalimat thayyibah dan dijauhkan dari segala gangguan setan yang terkutuk. 

Sebagian ulama menganggap sunnah membacakan adzan dan iqamah untuk bayi yang baru lahir. Ulama yang berpendapat seperti ini diantaranya adalah Hasan al-Bashri, Umar bin Abdul ‘Aziz, ulama madzhab Syafi’i dan Hanbali. Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, ulama madzhab Hanbali, termasuk ulama yang menyunnahkan pembacaan adzan pada bayi yang baru lahir ini. 

Ulama kontemporer, Wahbah az-Zuhaily juga menyunnahkan hal ini dalam kitab al-Fiqh al-Islami Wa adillatuhu, “Disukai bagi orang tua untuk mengadzani di telinga kanan bayi yang baru dilahirkan dan diiqamati seperti iqamat untuk shalat di telinga kirinya” (al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu : 4/288). 

Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh Sunnahnya juga menyunnahkan dibacakan adzan ini, “Termasuk sunnah dilakukan, mengadzani telinga kanan dan mengiqamahi telinga kiri bayi yang baru dilahirkan, supaya yang pertama kali didengar telinga anak adalah asma Allah SWT”. 

Imam an-Nawawi, tokoh ulama madzhab asy-Syafi’i dalam al-Majmu’ pada juz 8/443 menulis, “Berkata sekelompok ulama dari sahahabat-sahabat kami (ulama Syafi’iyyah), disukai untuk diadzani di telinga kanan dan diiqamahi di telinga kiri bayi yang baru dilahirkan” 

Namun sebagian ulama yang lain tidak menyunnahkan adzan dan iqamat bagi bayi yang baru lahir bahkan menganggapnya sebagai bid’ah. Di antara ulama yang berpendapat seperti ini adalah Imam Malik bin Anas. “Imam Malik mengingkari perbuatan mengadzani di telinga bayi ketika dilahirkan” (Mawahib al-Jalil fi Syarh Mukhtashar asy-Syaikh Khalil : 3/321). 

Dalam kitab Mausu’ah Fiqh al-Ibadat dijelaskan sikap Imam Malik, “Imam Malik benci perkara-perkara ini (adzan selain panggilan untuk shalat) dan menganggapnya sebagai bid’ah” (Mausu’ah Fiqh al-Ibadat : 7/7). 

Para ulama yang yang menganggap perbuatan ini sebagai bid’ah karena dalil atau hadits yang memerintahkan adzan untuk bayi yang baru lahir tidak kuat, alias hadits dhaif. Oleh karena haditsnya lemah, maka tidak bisa dipakai sebagai landasan untuk menyunnahkan adzan untuk bayi yang baru lahir. 

Jadi, aktivitas memperdengarkan adzan dan iqamah untuk bayi yang baru lahir, dari segi hukum fikih termasuk amal yang diperdebatkan para ulama. Walaupun dari segi manfaat bisa diterima, bahwa memperdengarkan kalimat tauhid bagi bayi yang baru lahir merupakan bagian dari pendidikan keimanan untuk anak.

3. Tahnik 

Kita perhatikan tindakan yang dilakukan Rasulullah saw terhadap bayi yang baru saja lahir, sebagaimana penuturan istri beliau, Aisyah ra: 

“Apabila didatangkan bayi yang baru lahir ke hadapan Rasulullah saw, maka beliau mendoakan barakah kepadanya dan mentahniknya” (HR. Imam Bukhari no. 5468 dan Imam Muslim no. 2147).

Yang dimaksud dengan tahnik adalah mengunyah kurma sampai lumat hingga bisa ditelan, kemudian menyuapkan kurma lembut tersaebut ke mulut bayi. Apabila tidak didapatkan kurma, maka diganti dengan makanan manis lain yang bisa digunakan untuk mentahnik. Para ulama bersepakat bahwa istihbab (disenangi) melakukan tahnik pada hari kelahiran anak. Demikian dijelaskan oleh Imam An Nawawi rahimahullah ketika menerangkan tahnik ini. 

Perbuatan Rasulullah saw ini bisa kita lihat dalam hadits Anas bin Malik ra, “Aku membawa Abdullah bin Abi Thalhah al Anshari kepada Rasulullah saw pada hari kelahirannya, dan waktu itu beliau menggunakan mantelnya sedang mengecat untanya dengan ter. Lalu beliau bertanya: “Apakah engkau membawa kurma?” Aku menjawab: “Ya.” 

Kemudian kuberikan pada beliau beberapa buah kurma, lalu beliau masukkan ke mulut dan mengunyahnya. Kemudian beliau membuka mulut bayi dan meludahkan kurma itu ke mulut bayi. Mulailah bayi itu menggerak-gerakkan lidahnya untuk merasakan kurma tersebut. Maka Rasulullah saw bersabda, “Kesukaan Anshar adalah kurma,” dan beliau memberinya nama Abdullah” (HR. Imam Bukhari no. 5470 dan Imam Muslim no. 2144). 

Hadits Anas bin Malik di atas juga memberikan penjelasan kepada kita bahwa tahnik dilakukan dengan menggunakan kurma, dan ini yang utama. Tahnik hendaknya dilakukan oleh orang yang shalih, baik laki-laki ataupun perempuan. (Syarh Shahih Muslim) 

Begitu pula bisa kita simak kisah-kisah tentang pelaksanaan tahnik yang datang dari sahabat-sahabat yang lainnya. Abu Musa Al Asy’ari ra menceritakan: Telah lahir anak laki-lakiku, lalu aku membawanya kepada Nabi saw kemudian beliau memberinya nama Ibrahim dan mentahniknya dengan kurma (HR. Imam Bukhari no. 5467 dan Imam Muslim no. 2145). 

Asma’ binti Abi Bakr ra mengisahkan ketika dia mengandung anaknya, Abdullah ibnu Az Zubair di Mekkah: “Aku keluar (untuk hijrah), sementara telah dekat waktuku melahirkan. Maka aku pergi ke Madinah dan aku singgah di Quba’, serta melahirkan di sana. Kemudian aku mendatangi Rasulullah saw lalu beliau meletakkan anakku di pangkuannya. Kemudian beliau meminta kurma, dan mengunyahnya lalu meludahkannya ke dalam mulut anakku. Maka yang pertama kali masuk ke perutnya adalah ludah Rasulullah saw. Beliau mentahniknya dengan kurma, kemudian mendoakannya dan memintakan barakah baginya. Dan dia adalah bayi pertama yang dilahirkan dalam Islam (dari kalangan Muhajirin)” (HR. Imam Bukhari no. 5469 dan Imam Muslim no. 2146). 

Tujuan tahnik adalah persiapan agar bayi nantinya mudah untuk merasakan manisnya air susu ibu dan juga agar mulut bayi kuat sehingga mampu menghisap air susu ibunya. Cara mentahnik bayi adalah dengan meletakkan sedikit buah kurma di atas jari telunjuk dan dimasukkan ke mulut bayi serta dengan perlahan-lahan digerakkan ke kanan dan kiri. Ini dilakukan agar kurma tadi bisa menyentuh seluruh mulut bayi hingga terkena rongga tekaknya.

4. Aqiqah 

Menurut bahasa kata ‘aqiqah berarti memotong. Dinamakan ‘aqiqah, karena dipotongnya leher binatang. Ada yang mengatakan bahwa aqiqah adalah nama bagi hewan yang disembelih, dinamakan demikian karena lehernya dipotong. Ada pula yang mengatakan bahwa ‘aqiqah itu asalnya ialah : rambut yang terdapat pada kepala si bayi ketika ia keluar dari rahim ibu, rambut ini disebut ‘aqiqah, karena ia mesti dicukur.

Hukum aqiqah adalah sunnah (muakkad) sesuai pendapat Imam Malik, penduduk Madinah, Imam Syafi′i dan sahabat-sahabatnya, Imam Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur dan kebanyakan ulama ahli fiqih (fuqaha). 

Dalil aqiqah ini dari Samurah bin Jundab dia berkata : Rasulullah saw bersabda : "Semua anak bayi tergadaikan dengan aqiqahnya yang pada hari ketujuh disembelih hewan (kambing), diberi nama dan dicukur rambutnya" (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad). 

Jumlah kambing aqiqah bayi bisa dilihat dari hadits Aisyah ra, bahwa Rasulullah saw telah bersabda : "Bayi laki-laki diaqiqahi dengan dua kambing yang sama dan bayi perempuan satu kambing" (HR Ahmad Tirmidzi, Ibnu Majah).

5. Memberi Nama yang Baik

Salah satu kewajiban orang tua adalah memberi nama yang baik untuk anaknya. Nama anak merupakan doa dan harapan dari orang tua. Memberi nama tidak boleh sembarangan, dengan nama-nama yang sekedar indah atau unik, namun harus mengandung makna yang baik.

Sahabat Sahl bin Sa’d ra menceritakan, didatangkan Al Mundzir putra Abu Usaid ke hadapan Rasulullah saw ketika dia dilahirkan. Maka Nabi saw meletakkannya di atas pangkuannya, sedangkan Abu Usaid duduk. Pada waktu itu Rasulullah saw sedang sibuk sehingga Abu Usaid memerintahkan agar anaknya dibawa kembali, maka anak itu diangkat dari pangkuan Rasulullah saw dan mereka pun mengembalikannya pada Abu Usaid. 

Ketika Rasulullah saw selesai dari kesibukannya, beliau bertanya, “Di mana bayi tadi?” Abu Usaid pun menjawab: “Kami membawanya kembali, ya Rasulullah!” Lalu beliau bertanya, “Siapa namanya?” Jawab Abu Usaid: “Fulan, ya Rasulullah!” Beliau pun bersabda, “Tidak, akan tetapi namanya Al Mundzir.” Kemudian pada hari itu beliau memberinya nama Al Mundzir (Diriwayatkan oleh Imam Muslim no. 2149). 

Menurut rubrik www.konsultasisyariah.com, memberi nama anak bisa dilakukan pada hari kelahirannya, hari ketiga atau hari ketujuh. Ciri nama yang baik adalah enak didengar, mudah diucapkan oleh lisan, mengandung makna yang mulia dan sifat yang benar dan jujur, jauh dari segala makna dan sifat yang diharamkan atau dibenci agama.

Dianjurkan menamai anak laki-laki dengan nama Abdu (penghambaan) yang disambungkan dengan asma’ul husna, seperti Abdul ‘Aziz, Abdul Malik, dan sebagainya. Yang sangat dianjurkan adalah Abdullah atau Abdurrahman, sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Sesungguhnya nama yang paling dicintai Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman” (HR. Muslim).

Baik juga menamai anak dengan nama-nama Nabi dan Rasul. Nabi saw pernah menamai sebagian sahabat dengan nama Nabi dan Rasul. Baik pula menamai anak dengan nama orang-orang salih, seperti dengan nama sahabat, tabi’in dan imam kaum muslimin.

Yang dilarang adalah menamai anak dengan nama yang menunjukkan penghambaan kepada selain Allah, seperti Abdul Ka’bah, Abdusy Syams, Abdul Husain dan sebagainya. Tidak boleh juga memberi nama anak dengan nama-nama yang khusus bagi Allah, seperti Ar Rahman, Al Khaaliq, Ar Rabb dan sebagainya. Tidak boleh menamai anak dengan nama-nama patung atau berhala yang disembah selain Allah, seperti Latta, Uzza, Hubal dan sebagainya.

6. Mencukur Rambut Bayi 

Pada hari ketujuh kelahiran bayi, disunnahkan untuk memotong rambut si bayi. Hal ini sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasululah SAW ketika cucunya Hasan dan Husain lahir. Rasulullah saw memerintahkan untuk memotong rambut dan menimbangnya ukuran perak, kemudian disedekahkan kepada fakir miskin.

Menurut rubrik www.konsultasisyariah.com, salah satu dalil yang biasa dijadikan acuan dalam hal ini adalah hadits dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi saw mengaqiqahi Hasan dengan kambing, dan beliau menyuruh Fatimah untuk mencukur rambutnya. “Cukur rambutnya, dan bersedekahlah dengan perak seberat rambut itu.”

Fatimah pun menimbang rambut itu, dan ternyata beratnya sekitar satu dirham atau kurang dari satu dirham. (HR. Turmudzi 1519, Ibnu Abi Syaibah dalam Mushanaf 24234, dishahihkan al-Hakim dalam Mustadrak 7589 dan didiamkan azd-Dzahabi). 

Catatan: satu dirham setara dengan 2,975 gr perak.
Dalam kitab Tuhfatul Maudud, Ibnul Qoyim menyebutkan beberapa riwayat dan keterangan ulama yang menganjurkan bersedekah dengan perak seberat rambut bayi. Pertama, Imam Ahmad mengatakan, “Sesungguhnya Fatimah ra mencukur rambut Hasan dan Husain, dan bersedekah dengan wariq (perak) seberat rambutnya. 

Kedua, Imam Malik meriwayatkan dalam al-Muwatha’, dari Ja’far bin Muhammad, dari ayahnya, beliau mengatakan, “Fatimah menimbang rambut Hasan, Husain, Zainab, dan Ummu Kultsum, dan beliau bersedekah dengan perak seberat rambut itu”. Ketiga, Imam Malik juga menyebutkan dalam al-Muwatha’ dari Muhammad bin Ali bin Husain, bahwa beliau mengatakan, “Fatimah bintu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menimbang rambut Hasan dan Husain, kemudian beliau bersedekah dengan perak seberat rambut itu”.

Di masa terdahulu, perak termasuk mata uang yang berlaku di masyarakat dan mudah didapatkan. Karena itu, sedekah pada masa ini tidak harus berujud perak. Boleh diberikan dalam bentuk uang, namun mengacu pada harga perak. Caranya, timbang rambut bayi. Jika tidak memungkinkan, karena kesulitan mendapatkan timbangan benda ringan, cukup diprediksi saja. Perkirakan berapa gram berat rambut itu. Misalnya 2 gr. 

Cari informasi harga perak/gr saat ini. Misal: 12.000. Kalikan seberat prediksi berat rambut bayi. (2 gr x Rp 12.000 = Rp 24.000). Sedekahkan uang Rp 24.000 kepada orang miskin siapapun yang ada di sekitar kita. Boleh juga ditambahi atau digenapkan.

http://www.kompasiana.com/pakcah/tuntunan-menyambut-kelahiran-anak-secara-islam_54f6cfaca3331118158b46e8

A. Ketika Lahir

1. Dianjurkan memberikan kabar gembira dengan kelahiran seorang anak. Dalilnya adalah firman AllahSubhanahu wa Taala:
Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakariya, sedangkan ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab (ia berkata): “Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang puteramu) Yahya”. (QS. Ali Imraan: 39)
2. Mentahnik (mengunyah buah kurma, lalu mengolesinya ke langit-langit mulut si bayi, atau jika tidak ada dengan madu) dan mendoakan keberkahan untuknya (seperti mengucapkan “Baarakallahu fiih”).
عَنْ أَبِى مُوسَى – رضى الله عنه – قَالَ : وُلِدَ لِى غُلاَمٌ ، فَأَتَيْتُ بِهِ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم فَسَمَّاهُ إِبْرَاهِيمَ ، فَحَنَّكَهُ بِتَمْرَةٍ ، وَدَعَا لَهُ بِالْبَرَكَةِ.
Dari Abu Musa ia berkata: Anak saya lahir, lalu saya membawanya kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam, kemudian Beliau menamainya Ibrahim, mentahkniknya dengan kurma dan mendoakan keberkahan untuknya.” (HR. Bukhari)
B. Pada hari ketujuh (hari lahir dihitung sebagai hari pertama)

1. Mencukur habis rambutnya (baik anak laki-laki maupun anak perempuan) dan bersedekah kepada orang-orang miskin dengan perak atau senilainya sesuai berat rambutnya ketika ditimbang. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kepada Fathimah saat ia melahirkan Al Hasan:
يَا فَاطِمَةُ اِحْلِقِيْ رَأْسَهُ وَتَصَدَّقِيْ بِِزِنَةِ شَعْرِهِ فِضَّةً
Wahai Fathimah! Cukurlah rambutnya dan bersedekahlah sesuai berat rambutnya dengan perak.” (HR. Ahmad, Malik, Tirmidzi, Hakik, dan Baihaqi, dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi no. 1226)
Dalam mencukur anak, kita dilarang mencukur dengan model qaza’ (mencukur sebagian kepala dan meninggalkan sebagian yang lain). Termasuk qaza’ adalah:
  • Mencukur secara acak.
  • Mencukur bagian tengah kepala dan meninggalkan pinggir-pinggirnya.
  • Mencukur pinggir-pinggir kepala dan meninggalkan bagian tengahnya.
  • Mencukur bagian depan kepala dan meninggalkan bagian belakang.
2. Memberinya nama (bisa dilakukan pada hari lahirnya, hari ketiga atau hari ketujuh), dan hendaknya seorang bapak memilih nama yang baik untuk anaknya. Ciri nama yang baik adalah enak didengar, mudah diucapkan oleh lisan, mengandung makna yang mulia dan sifat yang benar dan jujur, jauh dari segala makna dan sifat yang diharamkan atau dibenci agama, seperti nama asing yang tidak jelas, tasyabbuh (menyerupai) nama orang-orang kafir dan nama yang memiliki arti buruk.
=> Tingkatan nama-nama yang dicintai
a. Menamai anak dengan nama Abdullah atau Abdurrahman. Ini adalah nama yang paling dicintai Allah Ta’ala. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Inna ahabba asmaaikum ilallah Abdullah waAbdurrahman,” (artinya: Sesungguhnya namamu yang paling dicintai Allah adalah ‘Abdullah dan Abdurrahman). (HR. Muslim).
b. Nama “abdu..(penghambaan)” yang disambungkan dengan Asma’ul Husna selain yang tersebut di atas. Seperti Abdul ‘Aziz, Abdul Malik, dsb.
c. Menamai anak dengan nama-nama nabi dan rasul. Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah menamai sebagian sahabat dengan nama nabi dan rasul.
d. Menamai anak dengan nama orang-orang salih, seperti dengan nama sahabat, tabi’in dan imam kaum muslimin.
e. Segala nama yang mencerminkan kejujuran dan kebaikan manusia.
=>Nama-nama yang dilarang
a. Menamai anak dengan nama yang menunjukkan penghambaan kepada selain Allah, seperti Abdul Ka’bah, Abdusy Syams, Abdul Husain dsb.
b. Memberi nama dengan nama-nama yang khusus bagi Allah, seperti Ar Rahman, Al Khaaliq, Ar Rabb dsb.
c. Menamai anak dengan nama-nama patung atau berhala yang disembah selain Allah, seperti Latta, Uzza, Hubal, Brahma, Wisnu, Syiwa, Dewa dan Dewi.
d. Nama yang mengandung klaim dusta, mengandung unsur kebohongan yang berlebihan, atau nama yang isinya mentazkiyah (menganggap suci) dirinya. Termasuk ke dalamnya nama “Malikul Amlaak” (rajanya para raja), “Syaahan Syaah” (penguasa para penguasa), “Sulthaanus salaathin” (sultannya para sultan), “Abul Hakam” (bapak penyelesai masalah), Qaadhil qudhaat (hakimnya para hakim) dsb.
e. Nama-nama setan, seperti Iblis, Ifrit, Khinzib, dsb.
f. Nama-nama asing yang berasal dari orang-orang kafir yang merupakan ciri khas mereka, misalnya Petrus, George, Suzan, Diana, Robert dsb.
=> Nama-nama yang makruh
a. Nama yang membuat hati menjauh, seperti Harb (perang), Murrah (pahit), Khanjar (pisau). Demikian juga nama-nama penyakit, seperti Suham (penyakit unta), suda’ (pusing), Dumal (bisul) dsb.
b. Menamai anak dengan nama yasaar, rabaah (untung), Najih (sukses), barakah (berkah) dan aflah (beruntung). Karena ada larangan dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Sebabnya jika ada orang yang menanyakan, “Adakah si barakah?” jika dijawab: “Tidak ada”, maka terkesan tidak ada keberkahan.
c. Nama-nama yang mungundang syahwat, terutama bagi para wanita. Seperti fatin atau fitnah (penggoda), Syadiyah (penyanyi merdu).
d. Nama yang menunjukkan makna maksiat, seperti zalim, sariq (pencuri), fasik, bakhil dsb.
e. Nama orang-orang fasik, artis atau bintang film dan penyanyi.
f. Nama-nama binatang, seperti khimar (keledai), kalb (anjing), Hansy (lalat), Qunfudz (landak) dsb.
g. Nama-nama dobel, seperti Ahmad Muhammad, Sa’id Ahmad dsb. seharusnya jika hendak menyebutkan bapaknya, ia tambahkan “bin/ibnu” (putra).
h. Sebagian ulama juga membenci pemberian nama dengan nama-nama malaikat, seperti Jibril, Mikail dsb. Mereka juga memakruhkan memberi nama dengan namasuratdalam Al Qur’an, seperti Thaha, Haamiiim, Yasin.
Catatan: Jika seseorang sudah terlanjur memiliki nama yang buruk tidak ada salahnya segera mengganti sebagaimana Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengganti nama sebagian sahabatnya dengan nama yang baik.
3. Mengkhitannya,
Khitan termasuk sunanul fithrah (sunnah  para nabi), Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
« الْفِطْرَةُ خَمْسٌ – أَوْ خَمْسٌ مِنَ الْفِطْرَةِ – الْخِتَانُ وَالاِسْتِحْدَادُ وَتَقْلِيمُ الأَظْفَارِ وَنَتْفُ الإِبْطِ وَقَصُّ الشَّارِبِ » .
Fitrah itu ada lima atau lima bagian fitrah, yaitu, “Berkhitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur kumis.” (Muttafaq ‘alaih)
Khitan hukumnya wajib bagi laki-laki, karena ia merupakan sunnah Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dan kita diperintahkan mengikutinya, di samping itu khitan termasuk syi’ar yang membedakan kita dengan non muslim. Khitan bagi wanita merupakan keutamaan bagi mereka, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallampernah bersabda kepada sebagian wanita tukang khitan di Madinah:
اِخْفِضِيْ وَلَا تُنْهِكِيْ ، فَإِنَّهُ أَنْضَرُ لِلْوَجْهِ ، وَأَحْظَى لِلزَّوْجِ
Rendahkanlah dan jangan berlebihan, karena yang demikian dapat mengindahkan muka dan menyenangkan suami.” (shahih, HR. Abu Dawud, al-Bazzar, Thabrani dll, lih. Silsilah ash-Shahiihah 2:353-358)
Ulama madzhab Syafi’i menganjurkan agar khitan dilakukan pada hari ketujuh. Demikian juga hendaknya khitan dilakukan tidak ketika anak mencapai masa baligh. Ibnul Qayyim berkata, “Tidak boleh bagi wali membiarkan anaknya tidak dikhitan hingga ia baligh.”
Kecuali jika sebelumnya ia non muslim, lalu masuk Islam atau tidak mengetahui hukum khitan, maka meskipun sudah dewasa, ia tetap disyari’atkan berkhitan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada seseorang yang datang kepada Beliau menyatakan diri masuk Islam:
أَلْقِ عَنْكَ شَعْرَ الْكُفْرِ وَاخْتَتِنْ
Hilangkanlah rambut kekufuran dan berkhitanlah.” (HR. Abu Dawud dan isnadnya hasan)
4. Meng’aqiqahkannya.

C. Aqiqah

‘Aqiqah artinya hewan yang disembelih untuk bayi yang baru lahir. Aqiqah termasuk hak anak yang hendaknya dipenuhi orang tua. Hukumnya sunnah mu’akkadah (sunnah yang sangat ditekankan), Rasulullahshallallahu alaihi wa sallam bersabda:
مَعَ الْغُلاَمِ عَقِيقَةٌ ، فَأَهْرِيقُوا عَنْهُ دَماً وَأَمِيطُوا عَنْهُ الأَذَى
Setiap anak hendaknya ada ‘aqiqah. Oleh karena itu, tumpahkanlah darah dan singkirkanlah kotoran.” (HR. Bukhari)
Maksud “tumpahkanlah darah” adalah dengan disembelihkan hewan untuknya. Sedangkan maksud “disingkirkan kotoran” adalah dengan dicukur rambutnya. Untuk anak laki-laki, disembelihkan dua ekor kambing yang sepadan (baik usia, jenis maupun fisiknya), sedangkan untuk anak perempuan satu ekor kambing.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا; , أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَمْرَهُمْ; أَنْ يُعَقَّ عَنْ اَلْغُلَامِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ, وَعَنْ اَلْجَارِيَةِ شَاةٌ –
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mereka (para sahabat) agar beraqiqah dua ekor kambing yang sepadan  untuk bayi laki-laki dan seekor kambing untuk bayi perempuan. (HR. Tirmidzi, dan ia menshahihkannya)
Jika tidak sanggup dua ekor kambing untuk bayi laki-laki, maka tidak mengapa seekor kambing.
Waktu ‘aqiqah adalah pada hari ketujuh, jika tidak bisa maka pada hari keempat belas dan jika tidak bisa, maka pada hari kedua puluh satu. Imam Ahmad berkata: “Disembelih pada hari ketujuh, jika tidak dilakukannya, maka pada hari keempat belas dan jika tidak dilakukannya, maka pada hari kedua puluh satu.”[1]
Catatan seputar ‘aqiqah:
  • Ø Ahkam (hukum seputar) hewan yang di’aqiqahkan sama dengan hewan udh-hiyyah (kurban), baik usianya, selamatnya dari cacat, maupun pembagiannya. Hanya saja dalam ‘aqiqah tidak berlaku musyaarakah (patungan).
Jika kambing maka usianya setahun atau lebih, tidak boleh usianya kurang dari yang disebutkan. Jika berupa biri-biri/domba maka yang usianya setahun atau lebih di atas itu. Namun jika tidak ada biri-biri yang usianya setahun maka boleh yang mendekati setahun.
Untuk pembagiannya juga sama seperti pembagian kurban, yakni dianjurkan membagi-bagikan kurban menjadi tiga bagian. Misalnya sepertiga dimakan orang yang berkurban, sepertiga disedekahkan kepada orang fakir dan sepertiga lagi untuk dihadiahkan kepada kerabat atau tetangga.
  • Ø Dianjurkan tulang hewan aqiqah yang sudah disembelih tidak dipatah-patahkan atau dipecahkan. Dalam hadits disebutkan:
وَكُلُوْا وَأَطْعِمُوْا وَلاَ تَكْسِرُوْا مِنْهَا عَظْماً وَكَانَ يَقُوْلُ : تُقْطَعُ جُدُوْلاً وَلاَ يُكْسَرُ لَهَا عَظْمٌ
Makanlah, berikanlah kepada orang lain dan janganlah kamu pecahkan tulangnya, Beliau juga bersabda: “Dipotong anggota badannya, namun tulangnya tidak dipecahkan.” (HR. Hakim dalam Mustadrak, ia berkata “Shahih isnadnya” dan disepakati oleh adz-Dzahabiy, namun dianggap cacat oleh Syaikh al-Albani)
Namun karena hadits ini dianggap cacat, maka kembali kepada hukum asal, yaitu boleh dipatah-patahkan. Wallahu a’lam.
Ditulis oleh Ustadz Marwan bin Musa
Artikel www.KonsultasiSyariah.com